Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga independen di Indonesia yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang mulai beroperasi pada 1 Januari 2013.
OJK bertugas mengatur dan mengawasi seluruh aktivitas di sektor jasa keuangan, termasuk perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan sektor keuangan non-bank lainnya, seperti fintech dan aset kripto.
![]() |
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) |
OJK dibentuk untuk menggantikan fungsi pengawasan Bank Indonesia (BI) di sektor perbankan dan Kementerian Keuangan di sektor pasar modal serta keuangan non-bank, dengan tujuan menciptakan sistem keuangan yang stabil, transparan, dan melindungi konsumen.
Misi utama OJK adalah memastikan stabilitas sistem keuangan (baik stabilitas internal maupun eksternal), melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan sektor keuangan untuk mendukung perekonomian nasional.
OJK beroperasi di bawah pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Fungsi dan Wewenang OJK
OJK memiliki fungsi utama untuk mengatur, mengawasi, dan mengembangkan sektor keuangan di Indonesia. Wewenangnya meliputi:
Regulasi: Menyusun peraturan dan kebijakan untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang, seperti Peraturan OJK (POJK) dan Surat Edaran OJK (SEOJK). Contohnya, POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi untuk fintech lending.
Pengawasan: Melakukan pengawasan terhadap institusi keuangan, baik secara langsung (on-site) maupun tidak langsung (off-site), untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan stabilitas keuangan. OJK juga memiliki wewenang untuk melakukan audit dan investigasi.
Penegakan Hukum: Memberikan sanksi administratif (seperti denda, pencabutan izin, atau pembekuan operasi) dan melaporkan pelanggaran pidana ke aparat penegak hukum. Misalnya, OJK menghentikan aktivitas investasi ilegal seperti MeMiles dan Viral Blast pada 2020–2022.
Perlindungan Konsumen: OJK menjalankan fungsi edukasi dan perlindungan konsumen melalui program literasi keuangan, penyelesaian sengketa, dan pengaduan konsumen. OJK memiliki Layanan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (LKSJK) untuk menangani keluhan masyarakat.
Pengembangan Sektor Keuangan: Mendorong inovasi seperti fintech, keuangan syariah, dan keuangan berkelanjutan (sustainable finance), serta memperluas akses keuangan melalui inklusi keuangan.
OJK juga memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi aset kripto hingga Desember 2024, setelah itu fungsi ini dialihkan ke Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Struktur Organisasi OJK
OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner, yang terdiri dari sembilan anggota, termasuk Ketua, Wakil Ketua, dan komisioner untuk sektor-sektor tertentu. Struktur Dewan Komisioner (per 2025) meliputi:
Ketua Dewan Komisioner: Mahendra Siregar (sejak April 2022).
Komisioner: Bertanggung jawab atas bidang seperti Pengawasan Perbankan, Pasar Modal, Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), Edukasi dan Perlindungan Konsumen, serta Keuangan Digital dan Aset Kripto.
Dewan Audit: Mengawasi tata kelola internal OJK.
Sekretariat: Menangani administrasi dan dukungan operasional.
OJK memiliki kantor pusat di Jakarta dan kantor regional di seluruh Indonesia untuk mendukung pengawasan dan edukasi keuangan di daerah. OJK juga didukung oleh Satgas Waspada Investasi, yang bekerja sama dengan Polri, Kejaksaan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menangani investasi ilegal.
Cakupan Pengawasan OJK
OJK mengawasi berbagai sektor keuangan, dengan fokus utama:
Perbankan: Mengawasi bank umum, bank syariah, dan bank perkreditan rakyat (BPR). OJK memastikan kepatuhan terhadap rasio kecukupan modal (CAR), kredit bermasalah (NPL), dan tata kelola perbankan.
Pasar Modal: Mengatur emiten, perusahaan sekuritas, bursa efek (BEI), dan produk investasi seperti saham, obligasi, dan reksa dana. OJK juga mengawasi IPO dan aktivitas merger-akuisisi.
Industri Keuangan Non-Bank (IKNB): Meliputi asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, pegadaian, dan perusahaan modal ventura.
Fintech: Mengatur fintech peer-to-peer lending, pembayaran digital, dan inovasi keuangan lainnya melalui Regulatory Sandbox. Hingga 2024, OJK telah memberikan izin kepada lebih dari 100 platform fintech lending.
Aset Kripto (hingga 2024): OJK mengawasi perdagangan aset kripto bersama Bappebti, termasuk platform seperti Indodax dan Tokocrypto, dengan fokus pada perlindungan konsumen dan kepatuhan AML/CFT.
Keuangan Syariah: OJK mendukung pertumbuhan keuangan syariah, seperti perbankan syariah, asuransi syariah (takaful), dan pasar modal syariah. Pada 2021, aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp1.901,1 triliun, tumbuh 17,32% tahunan.
Peran OJK dalam Keuangan Syariah dan Kerjasama Internasional
OJK memainkan peran strategis dalam pengembangan keuangan syariah, sejalan dengan posisi Indonesia sebagai pasar keuangan syariah terbesar di dunia. OJK telah menjalin kerja sama internasional untuk memperkuat sektor ini, termasuk:
Kerjasama dengan DFSA (Dubai): OJK menandatangani MoU dengan Dubai Financial Services Authority (DFSA) pada 2015, diperkuat pada 2021, untuk mendukung keuangan syariah, fintech, cybersecurity, dan sustainable finance. Kolaborasi ini memfasilitasi pembukaan kantor PT Bank Syariah Indonesia (BSI) di DIFC pada 2021.
Kerjasama dengan Regulator Global: OJK bekerja sama dengan otoritas seperti Monetary Authority of Singapore (MAS), Financial Conduct Authority (FCA) Inggris, dan otoritas di Malaysia untuk pertukaran informasi, pengembangan kapasitas, dan harmonisasi regulasi.
Keanggotaan Internasional: OJK adalah anggota International Organization of Securities Commissions (IOSCO), Financial Stability Board (FSB), dan Islamic Financial Services Board (IFSB), memastikan regulasi sejalan dengan standar global.
Inisiatif dan Program Utama OJK
OJK meluncurkan sejumlah inisiatif untuk mendukung misinya:
Literasi dan Inklusi Keuangan: Melalui program seperti Bulan Inklusi Keuangan dan OJK Goes to Campus, OJK meningkatkan pemahaman masyarakat tentang produk keuangan. Pada 2022, indeks literasi keuangan Indonesia mencapai 38,03%, dan inklusi keuangan 76,19%.
Keuangan Berkelanjutan: OJK menerbitkan POJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Keuangan Berkelanjutan, mendorong institusi keuangan untuk mengadopsi prinsip ESG (Environmental, Social, Governance).
Digitalisasi Keuangan: OJK mendukung transformasi digital melalui OJK Infinity (platform inovasi fintech) dan pengawasan teknologi seperti AI dan blockchain.
Satgas Waspada Investasi: Mengidentifikasi dan menutup entitas investasi ilegal, seperti 92 entitas pada 2023, termasuk platform pinjol ilegal dan skema ponzi.
Penguatan UMKM: OJK mendorong akses pembiayaan untuk UMKM melalui program kredit usaha rakyat (KUR) dan kolaborasi dengan platform fintech.
Tantangan dan Kritik
OJK menghadapi sejumlah tantangan:
Penetrasi Keuangan Rendah: Meskipun inklusi keuangan meningkat, literasi keuangan di daerah terpencil masih rendah, menghambat akses ke produk keuangan formal.
Investasi Ilegal: Maraknya investasi bodong, seperti pinjol ilegal dan skema ponzi, menantang kapasitas pengawasan OJK, meskipun Satgas Waspada Investasi telah aktif menangani kasus.
Transisi Pengawasan Kripto: Pengalihan pengawasan aset kripto ke Bappebti pada 2025 memerlukan koordinasi yang kuat untuk memastikan kelancaran transisi dan perlindungan konsumen.
Kompleksitas Regulasi: Beberapa pelaku industri menganggap regulasi OJK terlalu ketat, terutama untuk fintech dan startup, yang dapat menghambat inovasi.
Secara kritis, OJK kadang dikritik karena respons yang dianggap lambat terhadap kasus investasi ilegal atau kegagalan institusi keuangan tertentu, seperti kasus asuransi Jiwasraya pada 2019–2020.
Namun, OJK telah berupaya meningkatkan transparansi dan koordinasi dengan aparat penegak hukum.
Dampak dan Pencapaian OJK
Sejak didirikan, OJK telah mencapai sejumlah tonggak penting:
Stabilitas Keuangan: OJK berhasil menjaga stabilitas sektor keuangan selama krisis global, seperti pandemi COVID-19, dengan kebijakan relaksasi kredit dan stimulus ekonomi.
Pertumbuhan Keuangan Syariah: Aset keuangan syariah tumbuh signifikan, mendukung posisi Indonesia sebagai pemimpin global di sektor ini.
Inovasi Fintech: OJK telah melisensikan ratusan platform fintech, meningkatkan akses keuangan digital bagi masyarakat unbanked.
Perlindungan Konsumen: Melalui LKSJK, OJK telah menyelesaikan ribuan pengaduan konsumen, meningkatkan kepercayaan publik terhadap sektor keuangan.
Kesimpulan
OJK adalah lembaga kunci dalam sistem keuangan Indonesia, dengan peran strategis dalam regulasi, pengawasan, dan pengembangan sektor perbankan, pasar modal, IKNB, fintech, dan keuangan syariah.
Melalui kerja sama internasional, seperti dengan DFSA, dan inisiatif seperti literasi keuangan dan keuangan berkelanjutan, OJK mendukung pertumbuhan ekonomi nasional sambil melindungi konsumen.
Meskipun menghadapi tantangan seperti investasi ilegal dan penetrasi keuangan rendah, OJK terus memperkuat posisinya sebagai regulator terpercaya. Untuk informasi resmi, situs OJK adalah sumber utama yang direkomendasikan.
Sumber Informasi
- Situs Resmi OJK: www.ojk.go.id – Menyediakan regulasi, laporan tahunan, siaran pers, dan informasi literasi keuangan.
- Situs Pasar Modal OJK: pasarmodal.ojk.go.id – Untuk informasi tentang kerja sama internasional, seperti dengan DFSA.
- Undang-Undang dan Regulasi: UU Nomor 21 Tahun 2011 dan POJK tersedia di situs OJK atau jdih.ojk.go.id.
- Siaran Pers dan Berita: Sumber seperti Kompas, Bisnis Indonesia, dan Investor.id untuk pembaruan tentang aktivitas OJK.